Tuah Baru Klinthing Rawa Jembangan
Menjadi Berkah Masyarakat Gulurejo
Gulurejo, 02/09/2019. Cerita tentang legenda senjata pusaka berupa tombak yang dimiliki oleh Ki Ageng Mangir Wanabaya sangat popular di kalangan masyarakat Yogyakarta, khususnya di Yogyakarta bagian selatan dimana petilasan padepokan Ki Ageng Mangir berada yakni di Pajangan Bantul dan Lendah Kulon Progo. Cerita mengenai munculnya pusaka ini tertulis dalam Babad Mangir dan juga merupakan cerita lisan turun temurun.
Cerita asal mula senjata tombak bernama Baru Klinting diawali saat ada persiapan pesta di Desa Mangir, tersebutlah Ni Rara Jlegong, seorang gadis dari Desa Jlegong yang meminjam pisau milik Ki Ageng Mangir Wanabaya. Saat meminjamkannya, Ki Ageng Mangir berpesan jika sudah selesai digunakan, pisau tersebut tidak boleh diletakkan di sembarang tempat, apalagi sampai terlangkahi oleh perempuan. Setelah menyanggupinya, gadis tersebut memakai pisau tersebut untuk membuat basung. Namun, setelah selesai, gadis itu menaruh pisaunya di bawah tikar dan tanpa sadar ia mendudukinya. Pisau tersebut pun lenyap, masuk ke dalam perutnya dan menyebabkan ia hamil.
Ket. Rawa Jembangan saat ini
Saat mengetahuinya, Ki Ageng Mangir meninggalkan desa untuk bertapa karena tak kuasa menahan malu. Sama halnya dengan Ni Rara Jlegong meninggalkan rumahnya menuju hutan. Ketika sampai waktu melahirkan, Ni Rara Jlegong merendam diri di sebuah telaga bernama Rawa Jembangan dan lahirlah anak berwujud seekor ular yang disebut Baru Klinting. Ular tersebut sangat panjang hinga hampir memenuhi telaga.
Ketika menanyakan tentang asal-usul dan siapa ayahnya, Ni Rara menjelaskan tentang kejadian sewaktu di Mangir dan ia menyuruh anaknya untuk bertanya kepada Ki Ageng Mangir. Ular itu pun pergi ke hutan untuk mencari Ki Ageng Mangir. Saat ular itu bertemu dengan Ki Ageng Mangir yang sedang bertapa, ular itu pun menjelaskan tentang maksud dan tujuannya. Ki Ageng Mangir mengatakan jika ia ingin mengetahui asal-usulnya, ular itu harus melingkari Gunung Merapi dengan seluruh tubuhnya hingga kepalanya bersentuhan dengan ekornya. Saat ekor dan lidah ular itu bersentuhan, Ki Ageng Mangir segera memotong lidahnya dan seketika ular itu mati. Kelak, lidah Baruklinting inilah yang menjadi mata tombak pusaka milik Ki Ageng Mangir.
Namanya juga legenda, kebenarannya tidak dapat dipastikan, karena cerita ini ada beberapa versi dan beberapa daerah yang memiliki cerita hampir sama, seperti di Kebumen, Ponorogo dan Rawapening di Semarang. Namun legenda cerita seperti ini akan menjadi khazanah tersendiri bagi kita dan generasi penerus.
Bila kita melihat peta geografi, maka letak Rawa Jembangan dimana ular Baru Klinthing dilahirkan hanya berjarak sekitar 3 km dari petilasan Ki Ageng Mangir di Pajangan Bantul. Rawa Jembangan terletak di Padukuhan Sembungan, Desa Gulurejo, Kecamatan Lendah yakni sebelah barat dari petilasan Ki Ageng Mangir. Kedua lokasi ini hanya dipisahkan oleh sungai Progo. Sementara itu petilasan Padepokan Ki Ageng Mangir berada tepat di utara tempuran (pertemuan) antara Sungai Progo dan Sungai Bedog yang berhulu di Gunung Merapi, konon sungai inilah yang menjadi jalur ular Baru Klinthing menuju Gunung Merapi menemui ayahnya Ki Ageng Mangir. Sementara itu jalur dari Rawa Jembangan menuju padepokan Ki Ageng Mangir melalui sungai yang diberi nama Sungai Rawa Jembangan juga.
Konon Rawa Jembangan berwujud telaga/rawa-rawa berair dan berlumpur, letak daerah tersebut memang paling rendah dibandingkan daerah sekitarnya. Sejauh mata memandang hanyalah hamparan tanaman pertanian yang di kelilingi oleh jalur Pegunungan Seribu. Pada saat musim penghujan, daerah ini susah untuk ditanami, karena volume air berlebihan.
Ket. Jalur sungai Rawa Jembangan menuju Sungai Progo
Saat kami menelusuri daerah tersebut beberapa waktu yang lalu, Rawa Jembangan sudah berubah, tinggal bekas rawa-rawa yang tidak terlalu luas, kondisi tanah berair dan berlumpur tinggal beberapa tempat. Rawa-rawa tersebut sekarang berubah menjadi lahan pertanian yang sangat subur. Padi adalah tanaman andalan petani daerah ini sehingga daerah ini menjadi lumbung pangan bagi Kecamatan Lendah. Sepanjang tahun sawah yang dulu rawa ini bisa ditanami walaupun dimusim kemarau, karena ketersedian air irigasi cukup melimpah. Sungai Rawa Jembangan yang membelah persawahan dan Desa Gulurejo bermuara di Sungai Progo menjadi andalan bagi para petani saat musim kemarau untuk mengairi sawah-sawahnya.
Ket. Hamparan padi siap panen di lokasi Rawa Jembangan
Musim panen telah tiba, saya bahagia menyaksikan para petani larut dalam suka-cita suasana panen raya. Saya berada tepat di area Rawa Jembangan, sejauh mata memandang hamparan padi menguning, berbulir banyak di tangkai yang merunduk, besar dan padat pertanda hasil tanaman padi yang baik. Depan, belakang, kiri dan kanan jauh ribuan meter bertepikan gunung permadani kuning menunggu giliran untuk dipanen oleh para petani.
Tuah Baru Klinting di Rawa Jembangan menjadi berkah bagi masyarakat Desa Gulurejo. Terlepas dari kebenaran cerita di atas, sebagian masyarakat masih mempercayai legenda itu. Saya hanya bisa bersyukur pada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala kekayaan alam dan budaya di bumi Indonesia.
Sumber : https://lendah.kulonprogokab.go.id/detil/353/tuah-baru-klinthing-rawa-jembangan-menjadi-berkah-masyarakat-gulurejo
Ari Wibowo
05 Juli 2022 09:48:15
Maju terus batiknya Gulurej0...